Sabtu, 25 Agustus 2012

MEMILIH TEMAN



وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا (27) يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا (28) لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا } [الفرقان: 27 – 29[
Dan (Ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) Aku mengambil jalan bersama-sama Rasul". (27).  Kecelakaan besarlah bagiKu; kiranya Aku (dulu) tidak menjadikan sifulanitu teman akrab(ku). (28) Sesungguhnya dia Telah menyesatkan Aku dari Al Quran ketika Al Quran itu Telah datang kepadaku. dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia. (29) (Al-Furqân 28-29)

Latar belakang atau sabab Nuzû) ayat di atas sebagaimana diketengahkan banyak mufassirin berkait dengan seorang  pemuka Quraisy yang bernama Uqbah bin Abi Mu’aith, seorang yang memiliki kepribadian yang baik, sekalipun ia belum beriman kepada Rasulullah SAW, namun ia senang berbicara dan bertukar fikiran dengan beliau, dalam suasana pergaulan yang baik, sampai-sampai suatu ketika ia mengundang Rasulullah SAW untuk bertamu dan makan di rumahnya, ketika makanan sudah dihidangkan, Rasulullah SAW mengatakan bahwa beliau tidak hendak memakannya sebelum Uqbah menyatakan dua kalimat syahadat, karena Uqbah adalah seorang yang baik dan memuliakan tamunya, ia pun mengucapkan syahadat tersebut.
Setelah peristiwa tersebut ia bertemu dengan kawan lamanya Ubayy bin Khalaf dan ia pun menceritakan bahwa dirinya telah bersyahadat, Ubayy pun mencelanya dan mengatakan bahwa “kamu lemah” dan mengatakan “saya belum rela sebelum engkau datang kepada Muhammad itu, caci maki ia lalu ludahi mukanya”, dengan tidak memikirkan akibat yang jauh , Uqbah pun mengikuti provokasi sahabat lamanya ini, Uqbah pun mencari Rasulullah SAW, dan didapatinya beliau sedang bersujud di Darun Nadwah, lalu dicaci-makilah beliau dan diludahi mukanya, menghadapi penghinaan dari Uqbah ini, beliau mengatkan : “Apabila kelak aku bertemu denganmu di luar kota Makkah, kecuali pedangku akan memotong kepalamu”, dan ketika perang Badar Uqbah pun tertawan dan Rasulullah SAW memerintahkan Ali untuk membunuhnya sedangkan Ubayy terkena tombak, ia lari ke Makkah dan meninggal seraya berucap “duhai kiranya aku memilih jalan bersama Rasul Allah”. (Hamka/tafsir al-Azhar dan Wahbah az-Zuhaili/tafsir Al-Munir)
Ya laitanî ittakhadtu ma’ar rasuli sabila, ya wailata laitani lam attakhidz Fulânan khalîlan (dan duhai kiranya aku tidak menjadikan si Fulan sebagai Teman), kalimat tersebut adalah ungkapan penyesalan seorang yang salah memilih teman kepercayaan, temannya itu telah menyesatkannya sehingga di akhirat ia akan menggigit tangannya, menyesali sikapnya meninggalkan Rasul dan memilih jalan orang-orang yang sesat. Ibnu Katsir dalam tafsirnya tidak secara detail menukil sabab Nuzul  di atas, namun menjelaskan :
“Setiap orang yang dzalim akan menyesal pada hari kiamat dengan penyesalan yang sangat, ia akan menggigit kedua tangannya seraya berkata (duhai sekiranya aku memilih jalan bersama Rasul Allah, dan duhai sekiranya aku tidak menjadikan fulan sebagai khalil (kekasih), yaitu (teman) yang memalingkannya dari petunjuk dan beralih ke jalan kesesatan yang ditunjukkan para penyerunya baik itu Umayyah bin Khalaf atau saudaranya Ubayy bi Khalaf atau yang lainnya”.
Penyesalan yang akan dihadapi orang-orang dzalim pada hari kiamat adalah akibat mereka menuruti kemauan sesat kroni-kroninya, baik kawannya, istri atau kekasihnya, pemimpinnya dan syetan – syetan yang memberikan angan-angan dan janji palsu, gambaran penyesalan ini disebutkan di dalam Al-Qur’an :
Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, Andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul". (66)  Dan mereka berkata;:"Ya Tuhan kami, Sesungguhnya kami Telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). (67)  Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar". (68) (QS. Al-Ahzab 66-68)
Memilih Teman yang Baik
Ada pepatah yang mengatakan “janganlah kau tanya seseorang tentang dirinya tapi cukup lihat saja temannya,  karena seseorang dengan temannya saling mengikuti”. 
Teman sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian seseorang, ia bagaikan kopi atau teh yang akan mewarnai segelas air yang bening, oleh karena itu sudah semestinya setiap orang memperhatikan dengan siapa ia bergaul dan berteman dalam kehidupan sehari-harinya, jika ia berteman dengan orang-orang shalih yang selalu menasehatinya ingat kepada Allah SWT, maka akan menjadi sebab memperbaiki kualitas keimanannya. Sebaliknya apabila ia berteman dengan orang-orang yang berperilaku buruk, maka perilaku buruk itu juga akan menjangkitinya, terkecuali bergaul dengan mereka dengan maksud berda’wah dan menasehati mereka untuk dapat berbuat baik dan meninggalkan perbuatan buruknya sedangkan ia sudah memiliki kesiapan yang matang.
Tentang hal ini Rasulullah SAW bersabda: “ permisalan teman yang shalih dan teman yang buruk, seperti penjual minyak wangi dan seorang pandai besi, seorang penjual minyak wangi mungkin saja ia memberimu (minyak wangi), atau engkau membeli darinya atau engkau mendapatkan wangi yang harum sedangkan seorang pandai besi mungkin akan membakar bajumu atau kau mendapati bau yang buruk (darinya)”. (Muttafaq ‘alaih)
Seorang laki-laki yang memiliki teman-teman yang buruk seperti para pelaku maksiat dan orang-orang yang suka meninggalkan shalat, mungkin suatu saat akan juga mengajaknya berlaku demikian, demikian pula seorang wanita yang memiliki kawan-kawan yang buruk seperti para pelaku ghibah dan gossip, dan berkata perkataan yang rendahan secara sadar atau tidak akan terpengaruh, demikian pula bagi yang telah memiliki putra-putri hendaklah mendidik mereka dengan sebaiknya memperhatikan pergaulan mereka, arahkan mereka untuk bergaul dengan teman-teman yang shalih yang senantiasa menjaga ajaran agama ini dan saling menasehati dalam kebaikan.
Hakekatnya diri kita sendiri yang lebih berperan menerima atau menolak kebenaran sehingga kelak di akhirat kita sendiri yang akan mempertanggung-jawabkan apa yang kita perbuat, namun demikian, seringkali keberadaan teman berpengaruh dalam dalam keputusan kita dan mempengaruhi perilaku kita, sebagaimana contoh yang disebutkan di atas, oleh karena itu suatu sudah semestinya kita pandai mencari dan  memilih teman, teman-teman yang baik tentu ada di tempat-tempat yang baik seperti dengan mendatangi majlis-majlis ilmu agar mendapat teman-teman yang senantiasa mengingatkan kepada kebaikan.
Mudah-mudahan Allah SWT memberi kita petunjuk dan menguatkan hati kita untuk menerima kebenaran dan melindungi kita dari setiap bujuk rayu para penyeru kesesatan, jadilah teman yang shalih dan carilah teman yang shalih.
Aan Abdurrahman, S.Kom.I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar