Selasa, 02 Oktober 2012

BELAJAR KEPADA NABI IBRAHIM MENGENAL RABBUL A’LAMIN



فَإِنَّهُمْ عَدُوٌّ لِي إِلَّا رَبَّ الْعَالَمِينَ (77) الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ (78) وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ (79) وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ (80) وَالَّذِي يُمِيتُنِي ثُمَّ يُحْيِينِ (81) وَالَّذِي أَطْمَعُ أَنْ يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ (82) رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ (83) } [الشعراء: 75 – 83[

Karena Sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta Alam, (77).  (yaitu Tuhan) yang Telah menciptakan aku, Maka dialah yang menunjuki aku, (78)..  Dan Tuhanku, yang dia memberi makan dan minum kepadaku, (79). Dan apabila Aku sakit, dialah yang menyembuhkan aku, (80).  Dan yang akan mematikan aku, Kemudian akan menghidupkan Aku (kembali), (81).  Dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat".(82).    (Ibrahim berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah Aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, (83) (Asy-Syu’arâ : 75-83).


Nabi Ibrahim termasuk nabi ulul ‘azmi (Nabi dengan tingkat kesabaran yang tinggi), seorang Nabi yang berhasil melewati berbagai cobaan yang Allah berikan kepadanya, bahkan untuk menyembelih putranya Ismail di saat rasa kasih sayang sudah sangat tertambat di dalam hatinya, perjalanan hidupnya beserta keluarganya begitu sarat dengan perjuangan tauhid dan ketundukan kepada perintah Allah SWT.

Sungguh tinggi nilai perjuangan Nabi Ibrahim ini, sehingga berbagai jejak perjuangannya diwariskan dalam ajaran Nabi terakhir Muhammad SAW sebagaimana yang kita ketahui  dalam ibadah haji, hari raya idul Adha dengan amaliyah kurban serta tradisi menghormati tamu dan yang lainnya.

Di dalam Al-Qur`an Allah SWT banyak menjelaskan kisah hidup beliau, di antaranya ketika beliau menjelaskan tentang Tuhan semesta alam (Rabbul ‘Alamîn) kepada kaumnya, sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, dari ayat ini juga kita dapat belajar tentang beberapa sifat Allah Rabbul ‘Alamîn, dengan mengenal Allah mudah-mudahan menjadi jalan untuk meningkatkan keimanan kita.  Yaitu :


a.Yang Telah menciptakan aku, Maka dialah yang menunjuki aku

Allah SWT adalah yang menciptakan seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini, Dia adalah yang maha mencipta (al-Khâliq), yang maha menjadikan (al-Bâri-u) dan yang maha membentuk kejadian makhluknya(al-Mushawwiru), tidak ada satupun di alam semesta ini kecuali Dialah penciptanya, Dia disebut al-Khâliq dan yang lainnya disebut al-Makhluk. Ia adalah rabb sedangkan yang lainnya al-‘âlamin.

Demikian pula Allah adalah yang maha memberikan petunjuk, bahkan ketika kita bersungguh-sungguh berda’wah dengan metode yang sebaik-baiknya, kita tetap harus meyakini petunjuk atau hidayah adalah hak perogratif Allah SWT, dan sebagai hamba-Nya, memohon agar diberikan hidayah adalah permohonan yang utama yang mesti dipanjatkan.


b.Yang memberi makan dan minum kepadaku

Yang tampak disaksikan adalah  seakan-akan kita makan dan minum dari hasil kerja kita sendiri, atau hasil dari bumi yang diolah dan ditanami, namun apabila kita merenungkan lebih dalam tentu kita akan menyadari hakikatnya yang memberikan makan dan minum kita adalah Allah SWT, sedangkan yang lain hanyalah sebab-sebab yang Allah jadikan sebagai bagian dari ikhtiar manusia, oleh karena itu bukan alasan yang benar berbuat kriminal atau korupsi karena takut lapar, bekerjalah dengan jalan yang halal, Allah telah menentukan rizki setiap makhluk yang diciptakannya,

  Dia-lah yang memberi kita makan bukan perusahaan atau kantor tempat kita bekerja, Dia-lah yang memberi kita minum bukan sungai atau awan yang menurunkan hujan, hal-hal itu hanyalah berdiri sebagai sebab, hati kita  


c. Yang apabila  Aku sakit, dialah yang menyembuhkan aku

Apabila kita atau salah satu anggota keluarga sakit, seringkali tindakan yang pertama kita lakukan adalah segera mengobatinya dengan segera mendatangi dokter, klinik atau rumah sakit, bahkan berbuat syirik dengan mendatangi dukun-dukun (na’udzubillah),  baru setelah semuanya tidak berhasil kita ingat bahwa Allah –lah yang berkuasa untuk menyembuhkannya, kita sering menjadikan Allah di nomor terakhir, bahkan ketika sakit itu semakin parah, seringkali kita melupakan adanya taqdir Allah Rabbul ‘Alamîn.

Seharusnya kita meyakini semenjak awal bahwa sakit yang kita alami dan yang berkuasa menyembuhkan hanyalah Allah SWT, segeralah memohon ampunan dan kesembuhan kepadaNya (Lâ Syifâ-a illa Syifâ-uka), kemudian mencari obat atau dokter sebagai ikhtiar yang diperintahkan Allah SWT dan dicontohkan oleh Rasul Nya.

d.   Yang akan mematikan aku, Kemudian akan menghidupkan Aku (kembali)

Setelah Allah SWT menghidupkan kita, sebagaimana saat ini, kelak sebagaimana manusia yang telah mendahului kita, Allah juga akan mematikan kita kapan pun waktunya tidak ada yang mengetahui kecuali Dia, setelah itu Allah akan menghidupkan kita kembali untuk kehidupan yang sebenarnya yang lebih panjang guna mempertanggung jawabkan amal perbuatan yang kita lakukan dalam kehidupan dunia ini.

Semua manusia tentu meyakini bahwa dirinya adalah fana (tdak kekal) dan akan mati, namun tidak sedikit manusia yang mengingkari  akan adanya hari kebangkitan, dihidupkannya kembali manusia di kehidupan akhirat untuk mempertangguyng jawabkan amal perbuatannya, termasuk kaum muslimin meski meyakini hari tersebut, namun sering kali lupa karena rutinitas kehidupan yang melalaikannya.

Orang yang beriman harus meyakini Allah adalah satu-satunya yang dapat mematikannya dan kelak akan menghidupkannya kembali, sehingga ia lebih bergegas menyiapkan perbekalan untuk hari yang begitu berat dan pahit bagi orang-orang yang ingkar kepada Allah SWT.

e. yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat

Dialah Allah, Tuhan yang  hanya kepadanya kita memohon dan mengharapkan ampunan di dunia dan  akhirat, dalam hal ini Al-Qur`an menggambarkan begitu besarnya keinginan (thama’) Nabi Ibrahim agar diampuni Allah SWT padahal beliau adalah kekasih Allah (Khalîlullah), inilah yang lebih harus lagi kita miliki, kita harus sungguh-sungguh mengharapkan ampunan Allah karena kita adalah hamba yang biasa yang tidak ada jaminan keselamatan kita baik di dunia juga akhirat.

Terakhir kita memanjatkan doa’a kepada Allah sebagaiman do’a Nabi Ibrahim: "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah Aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh”.

BERTEMAN DENGAN MALAIKAT


الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ جَاعِلِ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا أُولِي أَجْنِحَةٍ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ يَزِيدُ فِي الْخَلْقِ مَا يَشَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِير} [فاطر: 1[
segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan Malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Q.S. Faathir : 1)
Dalam bahasa Inggris, malaikat biasanya diterjemahkan menjadi “angel” (baca: enjeul), sebagai bahasa yang internasional, kata ini pun banyak dipergunakan di masyarakat kita, terutama generasi muda, tapi benarkah konsep “Angel” dalam mitos Barat sama dengan “Malaikat” menurut ajaran Islam?.
Konsep “Angel” dalam mitos dunia Barat biasanya di-imajinasikan dengan sosok perempuan cantik, berpakaian serba putih yang memiliki sayap, dengan membawa tongkat ajaibnya, oleh karenanya terkadang mereka juga disebut dengan peri atau bidadari, seperti imajinasi dalam sebuah iklan minyak wangi laki-laki  yang jargonnya “sampai membuat bidadari lupa diri”. Maha suci Allah dari semua kedustaan ini.
Mitos tentang “Angel” ini mirip dengan pandangan sesatnya orang-orang Jahiliyah di masa Rasulullah SAW, sebagaimana diinformasikan di dalam Al-Qur`an, Allah SWT berfirman :
Sesungguhnya orang-orang yang tiada beriman kepada kehidupan akhirat, mereka benar-benar menamakan Malaikat itu dengan nama perempuan. (27) dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang Sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran”. (28) (QS. An-Najm : 27-28)
Mereka menganggap bahwa malaikat adalah  anak-anak perempuannya Allah, padahal mereka sendiri benci bila memiliki anak permpuan, tentang ini Allah SWT berfirman :
“Maka Apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) mengaggap Al Lata dan Al Uzza, (19)  dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? (20)  Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? (21) yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. (22) itu tidak lain hanyalah Nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah) nya. mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan Sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.(23) (QS. An- Najm : 19-24)
Demikianlah kemiripan mitos Barat tentang “angel” dengan prasangka sesatnya masyarakat Jahiliyah, yang banyak diilustrasikan dalam acara-acara TV,  sehingga jangan-jangan putra-putri kita juga terjangkiti mitos sesat ini, oleh karenanya penting para orang tua memberikan pemahaman yang benar tentang iman kepada Malaikat kepada putra-purinya.
MALAIKAT MENURUT ISLAM
Malaikat merupakan makhluk Allah SWT yang diciptakan dari cahaya, mereka bukan laki-laki juga bukan wanita, pengetahuan kita tentang mereka hanyalah berdasar informasi yang shahih yang  dijelaskan baik di dalam Al-Qur’an dan dalam As-Sunnah, misalnya suatu saat Rasulullah SAW bersabda kepada sahabat-sahabatnya :
“langit menjerit karena berat (yang ditanggungnya) dan memang haknya dia menjerit, demi yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidak ada satu jengkal pun di sana kecuali ada kening seorang malaikat yang sedang sujud mensucikan Allah seraya memuji-Nya” (dihasankan oleh al-Albânî di dalam Shahîh al-Jamî’).
Malaikat adalah makhluk Allah yang luar biasa penciptaannya, namun mereka senantiasa tunduk kepada segala perintah dan larangan Allah SWT, mereka tidak pernah sombong dan tidak pernah enggan beribadah kepada-Nya, diantara mereka ada yang namanya disebutkan di dalam nash, seperti Jibrîl, Mîkâ-il, Isrâfîl, Mâlik (penjaga neraka), Ridhwân  (penjaga surga), munkar dan Nakîr.
Demikian juga ada di antara mereka yang disebutkan pembatasan pekerjaannya, seperti tujuh Malaikat , yaitu Malaikat penjaga ‘Arsy (Hamalatul ‘Arsy, Malaikat maut dan dua malaikat yang turun setiap hari, salah satunya berkata : “Ya Allah berilah ganti bagi orang yang menafkahkan hartanya, dan yang lainnya berkata : Ya Allah berilah yang menahan hartanya kebinasaan”.
Jumlah malaikat tidak terhitung bahkan lebih banyak daripada jumlah manusia, tidak ada yang mengetahuinya selain daripada Allah SWT, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, bahwa Jibril menginformasikan kepada Nabi Muhammad SAW pada malam “Isra Mi’raj”, ia berkata : “ini adalah Baitul Ma’mûr, setiap hari di dalamnya ada 7000 Malaikat yang shalat di dalamnya dan tidak pernah kembali lagi kesana
Sebagai kaum mu`minin tentunya kita beriman dengan keberadaan Malaikat, karena merupakan rukun iman yang kedua setelah beriman kepada Allah SWT, keimanan terhadap Malaikat akan melahirkan dampak positif bagi akhlak dan perilaku  orang yang beriman, tentunya tidak sekedar mempercayai tapi mempercayai secara benar dan komprehensif mengenai keberadaan mereka.

BERTEMAN DENGAN MALAIKAT
Diantara sifat dan pekerjaan malaikat banyak yang berkait dengan keberadaan kaum mu`minin, antara lain Malaikat akan memohonkan ampun bagi orang-orang yang beriman,  malaikat akan bersama orang yang mahir membaca Al-Qur’an,  Malaikat akan merendahkan sayapnya terhadap para pencari ilmu agama, Malaikat tidak akan mendekati orang yang bau seperti akibat memakan bawang merah dan bawang putih (termasuk rokok), dan Malaikat akan turun pada malam lailatul qadar, bahkan dalam sebuah hadits yang shahih riwayat imam Ahmad juga disebutkan apabila di malam hari kita mendengar suara sahutan ayam maka kita diperintahkan agar memohon keutamaan kepada Allah, karena ia melihat Malaikat. Di dalam Al-Qur`an Allah SWT berfirman :
 dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat- Malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya”. (Al-An’am : 61)
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang dimaksud “Hafazhah” adalah malaikat-malakat  yang menjaga tubuh manusia, sebagaimana firman Allah SWT :
“bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah” (QS. Ar-Ra’d : 11)  dan dalam firman-Nya :
Demikian juga Imam Ahmad meriwayatkan di dalam musnadnya dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW, beliau bersabda :
“Sesungguhnya masjid-masjid memiliki pasak-pasak (orang yang sering beri’tikaf di masjid), malaikat-malaikat adalah teman mereka, jika mereka absen malaikat akan mencari-cari mereka, apabila mereka sakit maka malaikat akan menjenguknya, apabila mereka dalam suatu keperluan Malaikat akan membantunya (Al-Albani mengatakan : Hasan Shahih)
DAMPAK POSITIF IMAN KEPADA MALAIKAT
Beriman dengan benar terhadap Malaikat, akan menumbuhkan dampak positif bagi akhlak seseorang diantaranya sebagimana disebutkan Muhammad bin Shalih menkabo, yaitu : pertama, Pengagungan Allah di dalam hati, karena keagungan penciptaan  Malaikat, banyaknya jumlah dan sifat-sifat mereka, semua itu menunjukkan keagungan Allah. Kedua, Perasaan dibersamai dan bersahabat dengan Malaikat, hal itu akan menyebabkan perasaan malu seorang hamba dan merasa diawasi baik dalam perkataan juga perbuatannya, sehingga ia tidak akan bermaksiat kepada  Allah baik dalam keadaan tersembunyi atau pun terang-terangan. Ketiga, Keinginan kuat untuk bersahabat dan membersamai Malaikat serta menjauhi sebab-sebab Malaikat menjauhi manusia. Keempat, Keinginan kuat agar mendapatkan do’a Malaikat, permohonan ampun dan doa malaikat dengan melakukan perbuatan yang dijelaskan keutamaannya dalam hal itu.
         Demikian di antara dampak atau pengaruhk iman kita akan keberadaan malaikat, akhir kata kita marilah senantiasa memohon bimbingan Allah SWT.
Wallahu A’lam
Aan Abdurrahman