Akhir-akhir ini berita-berita
tentang pembunuhan semakin sering didengar, seakan nilai-nilai kemanusiaan telah
tercerabut dari banyak orang di negri ini sehingga baginya tidak ada lagi harga
bagi nyawa seseorang, lebih dari itu pembunuhan pun dilakukan dengan sadis, seperti
dengan memutilasi korban, menjual anggota tubuh korban, merampas harta korban dan
kehormatannya serta lain-lainnya.
Kasus pembunuhan
ini pun tidak pernah menyusut, namun semakin meningkat frekuensinya meski
berbagai tindakan hukum telah dilakukan, bahkan memunculkan aksi hukum sendiri
karena ketidak puasan terhadap proses tindakan hukum yang dijalankan.
Islam sebagai
agama rahmat bagi semesta alam sangat menghargai nilai jiwa manusia, oleh
karenanya memelihara jiwa (hifzh an-nafs) termasuk satu dari lima tujuan
umum syari’at Islam (maqâshid
asy-syar’iyyah), yang implementasinya, menganggap perbuatan membunuh
tanpa alasan yang benar, sebagai dosa besar yang pelakunya mendapatkan hukuman
keras (qishash) di dunia serta ancaman siksa Jahannam di akhirat, Allah SWT
berfirman :
“dan Barangsiapa yang
membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia
di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab
yang besar baginya”. (An-Nisaa` : 93)
Ini adalah ancaman
terberat bagi sebuah dosa besar, ada empat ancaman bagi pelaku pembunuhan dalam
ayat di atas yaitu, kekal dalam neraka Jahannam, murka dan kutukan Allah serta
azab yang besar, tentang ayat ini syekh As-Sa’di
mengatakan bahwa tidak ada dosa besar yang ancamannya lebih berat atau serupa
dari pada ancaman ayat ini bagi pelaku pembunuhan (V.I, h. 93) oleh karenanya
membunuh merupakan dosa besar yang membinasakan dan persoalan penumpahan darah
ini akan diproses pertama – tama dalam pengadilan akhirat sebelum urusan-urusan
lainnya, Rasulullah SAW bersabda :
“Hal yang pertama kali diperkarakan antara manusia pada
hari kiamat adalah tentang persoalan darah” (Muttafaq ‘alaih)
Tingginya penghargaan
Islam terhadap jiwa manusia terutama yang beriman, begitu dipahami oleh
Sahabat-sahabat Rasulullah SAW, dalam hal ini atsar dari Abdullah
bin‘Umar RA patut kita renungkan, Suatu hari ia memandangi Ka’bah, ia
berkata : betapa agungnya engkau (ka’bah) dan betapa agung kehormatanmu! Namun
seorang yang beriman lebih agung kehormatannya dari padamu” (Tirmidz dan Ibnu
Hibbân, shahih menurut Al-Albâni)
Pembunuhan
merupakan kejahatan yang amat besar, jika kejahatan ini dibiarkan tanpa
penegakkan hukum akan menimbulkan rasa ketidak amanan di masyarakat, teror yang
selalu mencekam, timbulnya dendam dari keluarga korban, dan penghinaan terhadap
nilai kehidupan.
Tragedi Pembunuhan yang pertama
Tragedi
pembunuhan yang pertama kali terjadi dalam sejarah manusia adalah kisah dua
anak Nabi Adam ‘alaihis salam, karena munculnya kedengkian dari salah seorang
mereka karena saudaranya mendapatkan niikmat yang lebih dari Allah SWT,
sehingga yang satu membunuh yang lainnya, Allah SWT berfirman :
“Ceritakanlah
kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah
seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil).
ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil:
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang
bertakwa". (Al-Maidah : 27)
Al-Qur`an tidak
pernah menyebutkan nama kedua anak Adam yang dimaksud, karena yang terpenting
adalah hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik dari kisah tersebut, diantara
hikmah itu adalah hargailah jiwa manusia, jangan pernah membunuh atau
menyusahkannya, Rasulullah SAW bersabda :
لاَ تُقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْمًا، إِلَّا كَانَ
عَلَى ابْنِ آدَمَ الأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا، لِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ
القَتْلَ
“Tidaklah satu jiwa dibunuh,
melainkan atas salah satu anak Adam (yang membunuh) bagian dari dosa dari
darahnya, karena ia adalah yang pertama kali memulai pembunuhan” (Bukhâri dan Muslim)
Membunuh satu
jiwa, tidak berarti hanya berbuat lalim terhadap satu orang, namun sama saja
dengan membunuh seluruh umat manusia, Allah SWT berfirman :
“oleh karena
itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang
membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau
bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh
manusia seluruhnya. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,
Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya...”.
(Al-Maidah : 32)
Ayat di atas
bukan hanya tentang Bani Israil, namun termasuk bagi umat terakhir ini,
disebutkannya Bani Israil antara lain karena sifat mereka yang senang berbuat aniaya dan menumpahkan darah, padahal
mereka mengetahui buruknya pembunuhan ini namun mereka bahkan membunuh para
Nabi ‘alaihimus salam. (6/159).
Ibnul Mubârak mengatakan, dari Salâm bin Miskîn dari Sulaimân bin
‘Alî al-Rî’i, ia berkata, aku bertanya kepada al-Hasan:
“apakah ayat ini juga untuk kita wahai Abû Sa’id sebagaimana juga untuk Bani Israil?, maka ia menjawab : ya, demi
yang tidak ada Tuhan selain Dia sebagaimana untuk Bani Isrâ’il dan tidaklah darah Banî Isrâil lebih
mulia di sisi Allah daripada darah kita. (Ibnu Katsir V, 3, h. 93)
Menurut DR.
Wahbah al-Juhaili, ayat ini adalah dalil bahwa jiwa manusia bukan miliknya
sendiri, namun harta sosial/milik masyarakat yang ia hidup disana, sehingga
orang yang membunuh satu jiwa meski membunuh dirinya sendiri ia berhak atas
siksa yang berat pada hari kiamat, sedangkan orang menghidupkan satu jiwa
karena sebab apa pun maka seakan-akan ia menghidupkan seluruh manusia. (V. 6,
h. 156)
Wallahu
A’lam
Aan
Abdurrahman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar