Selasa, 02 Oktober 2012
BERTEMAN DENGAN MALAIKAT
الْحَمْدُ
لِلَّهِ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ جَاعِلِ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا أُولِي
أَجْنِحَةٍ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ يَزِيدُ فِي الْخَلْقِ مَا يَشَاءُ إِنَّ
اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِير} [فاطر: 1[
“segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang
menjadikan Malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam
urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat.
Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Q.S. Faathir : 1)
Dalam bahasa Inggris, malaikat biasanya diterjemahkan menjadi “angel”
(baca: enjeul), sebagai bahasa yang internasional, kata ini pun banyak
dipergunakan di masyarakat kita, terutama generasi muda, tapi benarkah konsep “Angel”
dalam mitos Barat sama dengan “Malaikat” menurut ajaran Islam?.
Konsep “Angel” dalam mitos dunia Barat biasanya
di-imajinasikan dengan sosok perempuan cantik, berpakaian serba putih yang
memiliki sayap, dengan membawa tongkat ajaibnya, oleh karenanya terkadang
mereka juga disebut dengan peri atau bidadari, seperti imajinasi dalam sebuah
iklan minyak wangi laki-laki yang
jargonnya “sampai membuat bidadari lupa diri”. Maha suci Allah dari semua
kedustaan ini.
Mitos tentang “Angel” ini mirip dengan pandangan sesatnya
orang-orang Jahiliyah di masa Rasulullah SAW, sebagaimana diinformasikan
di dalam Al-Qur`an, Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang yang tiada beriman kepada kehidupan
akhirat, mereka benar-benar menamakan Malaikat itu dengan nama perempuan. (27)
dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. mereka tidak
lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang Sesungguhnya persangkaan itu tiada
berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran”. (28) (QS. An-Najm : 27-28)
Mereka menganggap bahwa malaikat adalah anak-anak perempuannya Allah, padahal mereka
sendiri benci bila memiliki anak permpuan, tentang ini Allah SWT berfirman :
“Maka Apakah
patut kamu (hai orang-orang musyrik) mengaggap Al Lata dan Al Uzza, (19) dan Manah yang ketiga, yang paling
terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? (20) Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki
dan untuk Allah (anak) perempuan? (21) yang demikian itu tentulah suatu
pembagian yang tidak adil. (22) itu tidak lain hanyalah Nama-nama yang kamu dan
bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun
untuk (menyembah) nya. mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan,
dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan Sesungguhnya telah datang
petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.(23) (QS. An- Najm : 19-24)
Demikianlah kemiripan mitos Barat tentang “angel” dengan
prasangka sesatnya masyarakat Jahiliyah, yang banyak diilustrasikan
dalam acara-acara TV, sehingga jangan-jangan
putra-putri kita juga terjangkiti mitos sesat ini, oleh karenanya penting para
orang tua memberikan pemahaman yang benar tentang iman kepada Malaikat kepada
putra-purinya.
MALAIKAT MENURUT ISLAM
Malaikat merupakan makhluk Allah SWT yang diciptakan dari cahaya, mereka
bukan laki-laki juga bukan wanita, pengetahuan kita tentang mereka hanyalah
berdasar informasi yang shahih yang dijelaskan baik di dalam Al-Qur’an dan dalam
As-Sunnah, misalnya suatu saat Rasulullah SAW bersabda kepada
sahabat-sahabatnya :
“langit menjerit karena berat (yang ditanggungnya) dan memang haknya
dia menjerit, demi yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidak ada satu jengkal
pun di sana kecuali ada kening seorang malaikat yang sedang sujud mensucikan
Allah seraya memuji-Nya” (dihasankan
oleh al-Albânî di dalam Shahîh al-Jamî’).
Malaikat adalah makhluk Allah yang luar biasa penciptaannya, namun
mereka senantiasa tunduk kepada segala perintah dan larangan Allah SWT, mereka
tidak pernah sombong dan tidak pernah enggan beribadah kepada-Nya, diantara
mereka ada yang namanya disebutkan di dalam nash, seperti
Jibrîl, Mîkâ-il, Isrâfîl, Mâlik (penjaga neraka), Ridhwân (penjaga surga), munkar dan Nakîr.
Demikian
juga ada di antara mereka yang disebutkan pembatasan pekerjaannya, seperti tujuh
Malaikat , yaitu Malaikat penjaga ‘Arsy (Hamalatul ‘Arsy, Malaikat maut
dan dua malaikat yang turun setiap hari, salah satunya berkata : “Ya Allah
berilah ganti bagi orang yang menafkahkan hartanya, dan yang lainnya berkata :
Ya Allah berilah yang menahan hartanya kebinasaan”.
Jumlah malaikat tidak terhitung bahkan lebih banyak daripada jumlah
manusia, tidak ada yang mengetahuinya selain daripada Allah SWT, dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim,
bahwa Jibril menginformasikan kepada Nabi Muhammad SAW pada malam “Isra Mi’raj”,
ia berkata : “ini adalah Baitul Ma’mûr, setiap hari di dalamnya ada 7000
Malaikat yang shalat di dalamnya dan tidak pernah kembali lagi kesana”
Sebagai
kaum mu`minin tentunya kita beriman dengan keberadaan Malaikat, karena
merupakan rukun iman yang kedua setelah beriman kepada Allah SWT, keimanan
terhadap Malaikat akan melahirkan dampak positif bagi akhlak dan perilaku orang yang beriman, tentunya tidak sekedar
mempercayai tapi mempercayai secara benar dan komprehensif mengenai keberadaan
mereka.
BERTEMAN
DENGAN MALAIKAT
Diantara
sifat dan pekerjaan malaikat banyak yang berkait dengan keberadaan kaum
mu`minin, antara lain Malaikat akan memohonkan ampun bagi orang-orang yang
beriman, malaikat akan bersama orang yang mahir membaca Al-Qur’an, Malaikat akan merendahkan sayapnya terhadap para pencari ilmu agama, Malaikat tidak akan mendekati orang yang bau
seperti akibat memakan bawang merah dan bawang putih (termasuk rokok), dan
Malaikat akan turun pada malam lailatul qadar, bahkan dalam sebuah
hadits yang shahih riwayat imam Ahmad juga disebutkan apabila di malam hari
kita mendengar suara sahutan ayam maka kita diperintahkan agar memohon
keutamaan kepada Allah, karena ia melihat Malaikat. Di dalam Al-Qur`an Allah
SWT berfirman :
“dan
Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan
diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian
kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami,
dan malaikat- Malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya”. (Al-An’am :
61)
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa
yang dimaksud “Hafazhah” adalah malaikat-malakat yang menjaga tubuh manusia, sebagaimana firman
Allah SWT :
“bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu
mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas
perintah Allah” (QS. Ar-Ra’d :
11) dan
dalam firman-Nya :
Demikian juga Imam Ahmad meriwayatkan di dalam
musnadnya dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW, beliau bersabda :
“Sesungguhnya masjid-masjid memiliki pasak-pasak
(orang yang sering beri’tikaf di masjid), malaikat-malaikat adalah teman
mereka, jika mereka absen malaikat akan mencari-cari mereka, apabila mereka
sakit maka malaikat akan menjenguknya, apabila mereka dalam suatu keperluan
Malaikat akan membantunya (Al-Albani
mengatakan : Hasan Shahih)
DAMPAK POSITIF IMAN KEPADA MALAIKAT
Beriman dengan benar terhadap Malaikat, akan
menumbuhkan dampak positif bagi akhlak seseorang diantaranya sebagimana
disebutkan Muhammad bin Shalih menkabo, yaitu : pertama, Pengagungan Allah di dalam hati, karena keagungan
penciptaan Malaikat, banyaknya jumlah
dan sifat-sifat mereka, semua itu menunjukkan keagungan Allah. Kedua,
Perasaan dibersamai dan bersahabat dengan Malaikat, hal itu akan menyebabkan
perasaan malu seorang hamba dan merasa diawasi baik dalam perkataan juga
perbuatannya, sehingga ia tidak akan bermaksiat kepada Allah baik dalam keadaan tersembunyi atau pun
terang-terangan. Ketiga, Keinginan kuat untuk bersahabat dan membersamai
Malaikat serta menjauhi sebab-sebab Malaikat menjauhi manusia. Keempat, Keinginan
kuat agar mendapatkan do’a Malaikat, permohonan ampun dan doa malaikat dengan
melakukan perbuatan yang dijelaskan keutamaannya dalam hal itu.
Demikian
di antara dampak atau pengaruhk iman kita akan keberadaan malaikat, akhir kata kita
marilah senantiasa memohon bimbingan Allah SWT.
Wallahu A’lam
Aan Abdurrahman
Sabtu, 25 Agustus 2012
Y A Q I N
وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ (20) وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ (21) وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ } [الذاريات: 20 - 22]
“dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang-orang yang yakin. (20) dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu
tidak memperhatikan? (21) (Adz-Dzariyat : 20-21)
Dengan jelas ayat di atas mengkhabarkan bahwa kemampuan mencermati
tanda-tanda kekuasaan Allah SWT di alam semesta termasuk di dalam diri kita,
hanya dimiliki orang-orang yang yakin kepada Allah SWT, mereka dapat menikmati
keimanannya kepada Allah SWT.
Tentunya cara orang yang yaqin dalam mencermati tanda-tanda
kekuasaan Allah, berbeda dengan cara orang-orang saintis yang hanya berfokus
pada keilmuan nisbi (relative), orang-orang yang yaqin memahaminya sebagai
tanda-tanda kekuasaan Allah, dengannya mereka menyadari posisi diri mereka
sebagai hamba, potret mereka adalah sebagaiman deskripsi Al-Qur’an tentang Ulûl Albâb di
dalam surat Ali Imrân,
dalam doa mereka menyebutkan : “Wahai Tuhan kami, sungguh Engkau tidak
menciptakan semua ini dalam keadaan sia-sia, maka jagalah kami dari api neraka”.
jika demikian, maka begitu tingginya nilai keyakinan!
Definisi Yakin
Apakah, kita dapat mengambil faedah dari ayat-ayat kauniyyah
yang Allah hamparkan luas di semesta alam ini?, apakah kita termasuk
orang-orang yang yakin atau “al-Mûqinûn”?
Yaqin menurut bahasa berasal dari derivasi kata “yaqina, ayqana,
yûqinu, îqânan, yaiqinu, yaqnan, yaqînan fahuwa mûqinun. yang antonimnya adalah
keraguan “syakk”, artinya yaqin adalah ilmu dan aplikasi suatu urusan
serta menghapus keraguan
Dalam tradisi perkataan Arab, untuk mengungkapkan “keyakinan” orang-orang
Arab juga menggunakan kata “dzann” - yang arti asalnya adalah persangkaan dan
perkiraan- yang memiliki makna ganda yakni ungkapan keyakinan juga keraguan.
Oleh karena itu sebagain ahli tafsir
mengatakan : setiap “dzann” di dalam Al-Qur’an menunjukkan ilmu dan
keyakinan, sebagaiman disebutkan ath-Thabari dengan sanadnya kepada Mujâhid dan
Ibnu katsir menyebutkan ke-shahihan sanad darinya (lihat Jâmi’ al-Bayân
dan Tafsîr Ibnu Katsîr)”
Menurut Istilah yaqin adalah memantapkan ilmu dengan menghapus
keraguan dan kesamar-samaran (syubhat) dan keilmuan yang kokoh yang
tidak ada keraguan di dalamnya sehingga menyebabkan ketetangan hati dan
mendorong seseorang untuk beramal. (DR. M. bin Abdul Aziz bin Ahmad al-Ali)
Ibnu Taimiyah mengatakan : “Yaqin adalah ketetangan hati dan
kemantapan ilmu di dalamnya, lawannya
adalah keraguan yaitu suatu jenis dari pergerakan dan kegoncangan” (majmu’
Fatâwa)
As-Sa’di mengatakan “Keyakinan adalah ilmu yang sempurna yang di
dalamnya tidak ada keraguan tingkat terendah sekalipun, dan mendorong untuk
beramal” (Taisir Karimir Rahman)
Buah Keyaqinan
Keyakinan begitu penting bagi kita dalam beriman kepada Allah SWT,
berikut di antara buah-buah hasil dari keyakinan, yaitu :
1. Yaqin adalah sebab utama kehidupan dan ketenangan hati, ia akan
menghapus keraguan dan kemarahan serta mengisi hati dengan cahaya serta
pengharapan, takut dan kecintaan kepada Allah SWT secara bersama-sama.
2. mendapatkan taufik dan pertolongan dari Allah dalam mengahadapi
pertanyaan-pertanyaan dua Malaikat
Kubur.
3. Keyakinan dapat menolong seseorang untuk beribadah dan
melaksanakan syaria-syariat Allah SWT.
4.Keyakinan menjadi sebab kelapangan dada dan terpeliharanya dari
rasa takut, gundah-gulana dan keraguan. Allah berfirman :
tidak ada suatu
musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan Barangsiapa
yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan
Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Ath-Taghâbûn : 11)
Tentang ketenangan hati, kita teringat kepada kisah Nabiyullah Ibrâhîm ‘alaihis
salam, ketika ia meminta agar Allah SWT menunjukkan bagaimana Allah
menghidupkan yang yang mati, dan Allah bertanya kepadanya “Apakah kamu belum
beriman?” Ibrâhim
menjawab “tidak, namun aku ingin hatiku ini menjadi tetang”. Dalam hal
ini Ibrâhim
ingin meningkatkan tingkat keyakinannya dari ilmul yaqin menjadi ‘ainul
yaqîn. Dan Allah SWT mengabulkannya.
Kemudian Allah memerintah Nabi Ibrâhim menyembelih tiga ekor burung dan meletakkan beberapa bagiannya
di gunung-gunung, kemudian Ibrahîm memanggil burung-burung tersebut dan mereka datang kepdanya dalam
keadaan hidup.
Hal ini terjadi kepada Nabi Ibrahim dalam rangka meningkatkan
keyakinannya, dan kejadian tersebut kecil kemungkinan akan kita alami, namun
demikian ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keyakinan kita,
di antaranya :
Metode Meningkatkan keyakinan
Pertama, Tadabbur Al-Qur’an
terutama ayat-ayat yang menjelaskan tentang ke-esaan Allah (tauhidullah)
dan ayat-ayat keagungan-Nya, dengan mengenal Allah SWT dan mengagungkannya
dalam diri kita merupakan sebab utama mengokohkan keyakinan kita.
Kedua, Sering
membaca sejarah kehidupan Rasulullah SAW, menelaah sunnah – sunnah-nya dan
mengetahui kisah-kisah yang menunjukkan da’wah beliau, kecintaannya kepada
umat, kesabarannya, dan perjuangannya.
Ketiga, membaca
nash-nash janji dan ancaman Allah SWT baik di dalam Al-Qur’an juga di dalam
As-Sunnah, serta memperhatikan sifat-sifat surga dan calon para penghuninya.
Demikian juga dengan neraka, juga keadaan yang akan dialami di alam kubur baik
kenikmatan ataupun sisksaan
Keempat, membaca kisah-kisah para Nabi, terutma yang berkait dengan
mu’jizat dan pertolongan Allah kepada mereka serta tingginya kesabaran mereka
ketika menghadapi kaum-kaumnya, terutama kisah nabi Nûh, Hûd, Ibrâhîm, Mûsâ dan
Muhammad SAW.
Kelima, mengetahui tanda-tanda kiamat yang disebutkan di dalam
Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih.
Keenam, berdoa kepada Allah dengan sungguh-sungguh agar Allah
meningkatkan keyakinan dan ketetapan hati.
Ketujuh, memperhatikan dan bertafakkur terhadap ayat-ayat kauniyyah
atau tanda-tanda kekuasaan Allah yang terhampar luas di alam semesta.
Demikian sedikit pembahsan tentang keyakinan mudah-mudahan
bermanfaat!
MEMILIH TEMAN

Dan (Ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim
menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) Aku
mengambil jalan bersama-sama Rasul". (27).
Kecelakaan besarlah bagiKu; kiranya Aku (dulu) tidak menjadikan
sifulanitu teman akrab(ku). (28) Sesungguhnya dia Telah menyesatkan Aku dari Al
Quran ketika Al Quran itu Telah datang kepadaku. dan adalah syaitan itu tidak
mau menolong manusia. (29) (Al-Furqân 28-29)
Latar belakang atau sabab Nuzû)
ayat di atas sebagaimana diketengahkan banyak mufassirin berkait dengan seorang
pemuka Quraisy yang bernama Uqbah bin Abi
Mu’aith, seorang yang memiliki kepribadian yang baik, sekalipun ia belum
beriman kepada Rasulullah SAW, namun ia senang berbicara dan bertukar fikiran
dengan beliau, dalam suasana pergaulan yang baik, sampai-sampai suatu ketika ia
mengundang Rasulullah SAW untuk bertamu dan makan di rumahnya, ketika makanan
sudah dihidangkan, Rasulullah SAW mengatakan bahwa beliau tidak hendak
memakannya sebelum Uqbah menyatakan dua kalimat syahadat, karena Uqbah adalah
seorang yang baik dan memuliakan tamunya, ia pun mengucapkan syahadat tersebut.
Setelah peristiwa tersebut ia bertemu
dengan kawan lamanya Ubayy bin Khalaf dan ia pun menceritakan bahwa dirinya
telah bersyahadat, Ubayy pun mencelanya dan mengatakan bahwa “kamu lemah”
dan mengatakan “saya belum rela sebelum engkau datang kepada Muhammad itu,
caci maki ia lalu ludahi mukanya”, dengan tidak memikirkan akibat yang jauh
, Uqbah pun mengikuti provokasi sahabat lamanya ini, Uqbah pun mencari
Rasulullah SAW, dan didapatinya beliau sedang bersujud di Darun Nadwah,
lalu dicaci-makilah beliau dan diludahi mukanya, menghadapi penghinaan dari
Uqbah ini, beliau mengatkan : “Apabila kelak aku bertemu denganmu di luar
kota Makkah, kecuali pedangku akan memotong kepalamu”, dan ketika perang
Badar Uqbah pun tertawan dan Rasulullah SAW memerintahkan Ali untuk membunuhnya
sedangkan Ubayy terkena tombak, ia lari ke Makkah dan meninggal seraya berucap “duhai
kiranya aku memilih jalan bersama Rasul Allah”. (Hamka/tafsir al-Azhar dan
Wahbah az-Zuhaili/tafsir Al-Munir)
Ya laitanî ittakhadtu ma’ar rasuli
sabila, ya wailata laitani lam attakhidz Fulânan khalîlan (dan duhai kiranya aku tidak
menjadikan si Fulan sebagai Teman), kalimat tersebut adalah ungkapan
penyesalan seorang yang salah memilih teman kepercayaan, temannya itu telah
menyesatkannya sehingga di akhirat ia akan menggigit tangannya, menyesali
sikapnya meninggalkan Rasul dan memilih jalan orang-orang yang sesat. Ibnu
Katsir dalam tafsirnya tidak secara detail menukil sabab Nuzul di atas, namun menjelaskan :
“Setiap orang yang dzalim akan
menyesal pada hari kiamat dengan penyesalan yang sangat, ia akan menggigit
kedua tangannya seraya berkata (duhai sekiranya aku memilih jalan bersama Rasul
Allah, dan duhai sekiranya aku tidak menjadikan fulan sebagai khalil (kekasih),
yaitu (teman) yang memalingkannya dari petunjuk dan beralih ke jalan kesesatan
yang ditunjukkan para penyerunya baik itu Umayyah bin Khalaf atau saudaranya
Ubayy bi Khalaf atau yang lainnya”.
Penyesalan yang akan dihadapi
orang-orang dzalim pada hari kiamat adalah akibat mereka menuruti kemauan sesat
kroni-kroninya, baik kawannya, istri atau kekasihnya, pemimpinnya dan syetan – syetan
yang memberikan angan-angan dan janji palsu, gambaran penyesalan ini disebutkan
di dalam Al-Qur’an :
“Pada hari ketika muka mereka
dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, Andaikata
kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul". (66) Dan mereka berkata;:"Ya Tuhan kami,
Sesungguhnya kami Telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami,
lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). (67) Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab
dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar".
(68) (QS. Al-Ahzab 66-68)
Memilih Teman yang Baik
Ada pepatah yang mengatakan “janganlah
kau tanya seseorang tentang dirinya tapi cukup lihat saja temannya, karena seseorang dengan temannya saling
mengikuti”.
Teman sangat berpengaruh dalam
membentuk kepribadian seseorang, ia bagaikan kopi atau teh yang akan mewarnai
segelas air yang bening, oleh karena itu sudah semestinya setiap orang
memperhatikan dengan siapa ia bergaul dan berteman dalam kehidupan sehari-harinya,
jika ia berteman dengan orang-orang shalih yang selalu menasehatinya ingat
kepada Allah SWT, maka akan menjadi sebab memperbaiki kualitas keimanannya.
Sebaliknya apabila ia berteman dengan orang-orang yang berperilaku buruk, maka
perilaku buruk itu juga akan menjangkitinya, terkecuali bergaul dengan mereka
dengan maksud berda’wah dan menasehati mereka untuk dapat berbuat baik dan meninggalkan
perbuatan buruknya sedangkan ia sudah memiliki kesiapan yang matang.
Tentang hal ini Rasulullah SAW bersabda: “ permisalan
teman yang shalih dan teman yang buruk, seperti penjual minyak wangi dan
seorang pandai besi, seorang penjual minyak wangi mungkin saja ia memberimu
(minyak wangi), atau engkau membeli darinya atau engkau mendapatkan wangi yang
harum sedangkan seorang pandai besi mungkin akan membakar bajumu atau kau
mendapati bau yang buruk (darinya)”. (Muttafaq ‘alaih)
Seorang laki-laki yang memiliki
teman-teman yang buruk seperti para pelaku maksiat dan orang-orang yang suka meninggalkan
shalat, mungkin suatu saat akan juga mengajaknya berlaku demikian, demikian
pula seorang wanita yang memiliki kawan-kawan yang buruk seperti para pelaku ghibah
dan gossip, dan berkata perkataan yang rendahan secara sadar atau tidak akan
terpengaruh, demikian pula bagi yang telah memiliki putra-putri hendaklah
mendidik mereka dengan sebaiknya memperhatikan pergaulan mereka, arahkan mereka
untuk bergaul dengan teman-teman yang shalih yang senantiasa menjaga ajaran
agama ini dan saling menasehati dalam kebaikan.
Hakekatnya diri kita sendiri yang
lebih berperan menerima atau menolak kebenaran sehingga kelak di akhirat kita
sendiri yang akan mempertanggung-jawabkan apa yang kita perbuat, namun
demikian, seringkali keberadaan teman berpengaruh dalam dalam keputusan kita
dan mempengaruhi perilaku kita, sebagaimana contoh yang disebutkan di atas,
oleh karena itu suatu sudah semestinya kita pandai mencari dan memilih teman, teman-teman yang baik tentu
ada di tempat-tempat yang baik seperti dengan mendatangi majlis-majlis ilmu agar
mendapat teman-teman yang senantiasa mengingatkan kepada kebaikan.
Mudah-mudahan Allah SWT memberi kita
petunjuk dan menguatkan hati kita untuk menerima kebenaran dan melindungi kita
dari setiap bujuk rayu para penyeru kesesatan, jadilah teman yang shalih dan
carilah teman yang shalih.
Aan Abdurrahman, S.Kom.I
Langganan:
Postingan (Atom)